14 Hari
Di kepadatan lalu lintas ibukota, gadis bertubuh tinggi dan memiliki rambut terurai berwarna
hitam pekat tengah sibuk mencari gadgetnya yang berada di dalam tas jinjingnya yang penuh dengan
barang itu. Gadis yang bernama Yolanda ini semakin terlihat panik mencari dimana letak gadgetnya
sehingga tidak menyadari bahwa lampu penyebrangan jalan belum menunjukkan warna hijau.
Yolanda melangkahkan kaki nya ke jalan dimana kendaraan masih berlalu lalang. Ia belum sadar juga
hingga ia mendengar suara teriakkan seseorang yang menyeru kepadanya di sebrang jalan “Woii!
Awas bodoh! Belum hijau” makian itu terdengar berbarengan dengan suara klakson mobil yang
seketika menabrak tubuhnya. Tubuhnya terpental hebat sehingga ia tidak menyadari apapun yang
terjadi pada dirinya setelahnya kecuali keluhan seorang cowok yang menghampirinya “haduh,ceroboh
banget sih!”
Kedua mata Yolanda terbuka perlahan tetapi keningnya terasa pusing sekali, ia kebingungan
menyadari dirinya bangun dalam keadan berada di ruangan yang berebau obat dan dingin. Sempat ia
kebingungan dimana dirinya berada hingga tiba-tiba ia teringat bahwa ia baru saja mengalami
kecelakaan. Ia mengangkat tubuhnya yang hampir tak berdaya itu sekuat tenaga untuk sekadar duduk
dan sedikit merenungkan atas apa yang telah terjadi. Belum sepenuhnya badan itu ia dudukkan,
dilihatnya seorang lelaki muda yang memasuki ruangan dengan raut muka sedikit terkejut. “Loh,udah
bangun? Hati-hati, mau ngapain?” Seru nya sambil membantu Yolanda mendudukkan badan. Yolanda
terlihat sedikit bingung, tetapi setelahnya ia berusaha untuk bersikap biasa saja . “Ahaha engga, mau
duduk aja. Cape tiduran terus” jawabnya berbasa basi. “Yaiyalah, lo udah tidur 5 hari! Apa ga bosen
tuh mata ketutup aja.” ucapan lelaki itu membuat Yolanda semakin kaget dan bingung. Raut muka
Yolanda terbaca oleh lelaki muda ini, lantas lelaki ini pun dengan segera menjelaskan . “Lo koma
udah 5 hari, tiap hari gue dateng kesini. Ibu lo maksa mau ngurusin lo disini tiap hari, tapi gue larang
karena ternyata lo punya adik kecil yang gabisa ditinggal. Jadi ya, gitu.” Pernyataan lelaki tersebut
membuat Yolanda terkejut. Segera Yolanda menyadari bahwa lelaki tersebut adalah seseorang yang
menabraknya beberapa hari yang lalu. “Oiya,gue Abim” Ucap lelaki itu.
Setelah Yolanda sadar dari koma nya, setiap pagi dan malam hari Abim menjenguknya dan setiap hari pula Abim menanyakkan bagaimana keadaan Yolanda. Abim yang selalu membantu Yolanda sarapan,
dan Abim juga yang membantunya minum berbagai macam obat karena tubuh Yolanda yang belum
100% pulih dan masih membutuhkan bantuan untuk sekadar duduk atau kembali berbaring. Yolanda
merasa Abim adalah lelaki yang sangat baik hati, sesekali ia merasa tidak enak hati karena hari-hari
Abim harus mengurus dirinya itu. Padahal, Yolanda merasa bahwa dirinya lah yang sepenuhnya salah
atas kecelakaan tersebut. Tapi mau bagaimana lagi, mau mengandalkan siapa lagi. Ia tidak bisa
mengandalkan ibu nya yang harus mengurus adiknya yang masih kecil, dan ia juga tidak bisa
mengandalkan ayah nya yang sangat sibuk dengan pekerjaannya.Hari-hari dirumah sakit berlalu dengan rutinitas melihat Abim pagi pagi buta menjenguk dirinya,
menanyakan keadaan dirinya, dan membantu dirinya sarapan. Lalu siang hari Abim izin pamit pergi
kerja dan kembali lagi pada malah hari dengan selalu membawa buah buahan segar dan berbagai
macam makanan yang dapat membantu mempercepat pemulihan. Menyemangati Yolanda setiap
malam sambil membawa Yolanda dengan kursi roda ke taman rumah sakit agar tidak jenuh. Dan
selalu memberi kata kata penyemangat kepada Yolanda sebelum dirinya meninggalkan ruang rawat
inap yang bernomor 102 tersebut. “Semangat Yolanda! Lo cewek kuat! Dikit lagi pasti sembuh, gue
balik dulu ya! Besok gue liat lo pokoknya udah seger ya!” Kalimat tersebut rutin Abim ucapkan.
“Yol, kenapa sih gapernah mau makan sayurannya? Makan dong biar cepet sembuh!” Abim
mengerutkan keningnya melihat Yolanda menyingkirkan brokoli mini itu ke pinggiran piring.
“Ga ah, mual gue kalo makan sayuran” ujar Yolanda.
“Terus gimana mau cepet sembuh, Yolandaaa” seru Abim sambil melotot kecil kearah Yolanda.
Seketika Yolanda terdiam dan mematung, tetapi dirinya berusaha untuk bersikap biasa saja. Tetapi
tanpa ia sadari ia tersenyum kecil mendengar perkataan Abim tersebut. Tidak lama kemudian
terdengar suara dering hp yang terdengar dari saku jaket yang Abim kenakan malam itu . Tangan
Abim yang gagah itu segera merogoh handphone di dalam sakunya. Senyum manis terukir di wajah
Abim setelah ia mengangkat telepon tersebut.
“Siapa?” Tanya Yolanda.
“Eh, mmaksudnya..” lanjut Yolanda mengoreksi ucapannya.
“Ehmm,Yol! Malem ini gue agak cepet ya baliknya, gapapa ya?” Abim izin untuk pulang lebih awal
dari biasanya. Saat itu jam baru menunjukkan pukul 19:00 malam, biasanya Abim pulang ketika jam
menunjukkan pukul 22:00 malam.
Yolanda menganggukkan kepalanya tanda ia mengizinkan Abim untuk pulang. Sebenarnya, Yolanda
pun tidak mengharuskan Abim untuk setiap hari mengunjungi dirinya. Ini semua murni keinginan
Abim yang sedari awal memang sudah dijelaskan olehnya.
Malam itu terasa sunyi bagi Yolanda tanpa Abim. Malam itu terasa sedikit berbeda. Tidak ada yang
memaksanya untuk makan buah, tidak ada yang memaksanya untuk minum sari kurma yang tidak
disukai nya, dan tidak ada ucapan semangat untuk dirinya malam itu. Yolanda sangat merakasan
perbedaan malam itu dengan 14 malam sebelumnya yang sudah ia rasakan. Rasanya hampa. Seperti
ada yang hilang.
Keesokan pagi nya, pintu kamar inap Yoland diketuk dari luar. Yolanda yang awalnya tengah fokus
menonton siaran berita di televisi kini beralih pada ketukan pintu kamar inapnya.
“Ngapain ngetuk bim? Biasanya juga langsung masuk sambil nyerocos semangat semangat” Teriak
Yolanda dengan semangat.
Pintu itu pun terbuka, Yolanda terkejut ternyata sosok yang mengetuk pintu itu bukanlah Abim,
melainkan seorang wanita cantik dengan jas putih nya yang menambah kecantikan wanita tersebut.
Ya, wanita itu adalah dokter yang selama ini menangani Yolanda. Dokter bernama Bianca itu pun
tersenyum melihat Yolanda.“Halo Yolanda, gimana keadaannya? Hehe, maaf ya saya bukan orang yang kamu tunggu. Oh iya,
kabar baik nih Yolanda! Kalau besok pagi kamu udah boleh pulang loh” Ucap dokter Bianca tanpa
menghilangkan senyuman dari wajahnya.
“Ooh dokter Bianca ya, hehe. Tumben dok kesini pagi pagi, biasanya agak siang dikit” Ujar Yolanda
sedikit menahan malu karena ia terlanjur menyebutkan nama Abim, padahal ternyata yang datang itu
dokter Bianca.
“Iya, saya datang disini untuk memberi kanar gembira saja. Dan melakukan pengecekkan terakhir
sebelum kamu pulang, makanya jadwalnya beda” ujar dokter Bianca.
Setelah check up sebentar, dokter pun meninggalkan kamar inap Yolanda. Bukannya senang
mendengar kabar dari dokter Bianca, Yolanda malah memikirkan hal lain. Ya, kemana Abim?
Biasanya pagi pagi buta, Yolanda sudah melihat Abim memasuki kamarnya dan berteriak kecil
menyemangati dirinya lalu membantunya untuk makan sarapan. Tapi, sekarang Abim belum juga
datang padahal hari sudah siang. Yolanda tiba tiba kepikiran untuk menelpon Abim, tapi ia langsung
ingat bahwa ia belum mengetahui nomor telpon Abim. Pagi ke malam Yolanda tidak berhenti
memikirkan Abim yang entah kemana perginya. Aneh menurut Yolanda, karena ia seperti merasakan
kehilangan.
Malam hari, Yolanda yang sudah cukup pulih mencoba untuk berjalan sendiri ke taman rumah sakit
karena dirinya merasa rindu dengan taman tersebut. Tetapi, ketika ia membuka pintu kamar inap,
terlihat sosok lelaki yang selama ini ia tunggu kehadirannya berdiri dengan raut muka terkejut.
“Loh? Mau kemana Yol? Heh, udah malem loh.” Ucap Abim terdengar khawatir, ia lalu mengajak
Yolanda kembali ke dalam kamar.
“Bim, gue jenuh, mau ke taman.” Yolanda menolak Abim yang menuntunnya untuk kembali masuk
ke kamar .
Abim yang langsung mengerti pun segera menuntun Yolanda ke taman rumah sakit dan duduk di
bangku taman yang menghadap kearah jalanan malam yang dipenuhi dengan lampu-lampu kendaraan.
“Besok gue udah boleh pulang,Bim.” Yolanda memulai pembicaraan langsung sesaat setelah mereka
berdua duduk di bangku taman.
“Oh ya? Bagus dong?! Akhirnya, nah liat kan lo bisa sembuh, seneng gue dengernya.” ucap Abim
tersenyum lebar ke arah Yolanda.
“Kok dari kemarin lo baru muncul sih Bim? Lo kemana aja?” Tanya Yolanda kemudian.
“Iya, kemarin cewek gue ngajakin makan malam gitu, terus pagi nya gue kelelahan karena malam
minggu kemarin tuh macet bangett jalanan. Haduuh . Maaf ya Yol, gue cape banget tadi pagi.”
Pernyataan Abim membuat Yolanda terkejut.
Yolanda terkejut mendengar kata ‘cewek’ dalam pernyataan Abim tersebut. Sontak ia kembali
bertanya kepada Abim.
“Lo punya cewek? Sejak kapan?” Tanya Yolanda.
“Yaa, udah dua tahunan. Kenapa Yol?” Abim terlihat bingung melihat ekspresi tidak menyenangkan yang ditunjukkan Yolanda kepadanya.
“Gue pikir, lo merasakan apa yang gue rasain juga Bim. Gue pikir 14 hari lo ngerawat gue, jagain
gue, kasih semangat ke gue, kasih senyuman manis lo ke gue, itu ada artinya. Ternyata lo punya
cewek. Kenapa lo gak bilang ke gue,Bim? Gue jadi nyesel udah ngizinin perasaan ini dateng ke gue.”
Abim melihat genangan air mata pada mata Yolanda. Abim semakin kebingungan dibuatnya.
“Yol, gue cuma tanggung jawab atas apa yang menyebabkan lo koma dan harus menjalani perawatan
selama 14 hari ini. Bokap gue selalu mengajarkan gue tentang tanggung jawab dalam hal sekecil
apapun. Bokap gue gamau anaknya tidak memiliki rasa tanggung jawab atas apa yang telah dia
lakukan. Dalam hal sekecil apapun, tanggung jawab itu akan selalu ada dalam kehidupan. Dan bokap
gue selalu bilang ke gue ‘laki-laki kalau gabisa bertanggung jawab itu sebenar-benarnya sampah’ .
Dan, selama 14 hari ini, gue berusaha gimana pun caranya untuk bertanggung jawab karena gue udah
nabrak lo, jadi gue harus nemenin lo sampai sembuh!” Mendengarnya, membuat Yolanda semakin
berderai air mata. Sebenarnya dirinya juga paham, ini merupakan bagian dari tanggung jawab Abim.
“Bim, cara lo ngasih ucapan semangat ke gue, kenapa harus seperti terdengar sangat tulus dan beda?
Harusnya biasa aja,Bim. oiya, kenapa lo sampe sebegini nya, padahal gue juga salah, main nyebrang
gitu aja.” Jelas Yolanda sambil menyeka air matanya.
“Seseorang cepat sembuh, itu juga tergantung dari mental dan pikiran dirinya sendiri. Gue berusaha
buat bikin lo selalu merasa bahagia dengan gue beri ucapan semangat . Gue beneran tulus
ngucapinnya. Dan soal lo salah, iya lo juga salah. Tapi, mobil gue pada saat itu juga terlalu ngebut
makanya keadaan lo sampe separah itu, dan menurut gue inilah bentuk tanggung jawab yang harus
gue kasih ke lo.”
Yolanda terus menangis dan menyeka air matanya, malam itu terasa sangat panjang. Ia masih belum
siap mendengar perkataan Abim itu. Ia menyesal telah membiarkan hati nya merasakan perasaan yang
bahkan tidak sedikit pun terbalaskan. Ternyata 14 hari yang ia rasakan, tidak sama dengan 14 hari
yang Abim sebenarnya rasakan. Abim hanya menjalankan tanggung jawabnya. Tidak lebih.
“Terus, cewe lo tau apa engga? 2 minggu lo ngabisin waktu lebih banyak untuk gue, bahkan gue gak
pernah liat lo telponan.” Tanya Yolanda setelah dirinya berhenti menguraikan air mata.
“Cewek gue udah tau, dan itu lah hebatnya dia, dia percaya sama gue. Dia juga bilang, ya memang ini
yang harus gue lakuin. Gue sama dia bukan tipikal pasangan yang tiap malam telponan, gue sama dia
juga nge-date itu bisa 2 minggu sekali. Tapi, hal itu sama sekali tidak meregangkan hubungan gue dan
dia. Gue udah sayang banget sama dia, begitupun dia ke gue.” Ucap Abim menjawab pertanyaan
Yolanda.
Malam itu, malam kepedihan bagi Yolanda. Tidak disangka ia justru harus menerima kenyataan pahit
ketika dirinya sudah pulih. Tetapi bagaimana pun juga, berkat Abim ia mengerti tentang arti tanggung
jawab. Ternyata taggung jawab memang tidak bisa lepas dari manusia. Sebuah kewajiban bagi
manusia manusia yang sadar akan hal itu. Yolanda memang sudah sembuh dari kecelakaan, tetapi
tidak disangka ia malah mendapatkan luka baru di hati nya.
oleh : Natasya Wulandari